yah kali ini kita disuruh melakukan operasi ovariohisterectomy..
apa itu OVARIOHISTERECTOMY??
nahh sekarang kita simak aja ya apa sih sebenrnya pengertian ovariohisterectomy?? dan bagaimana tehnik operasinya??( yang diambil dari beberapa sumber )
Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang
terdiri dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan
mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Sedangkan isterectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan
menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Beberapa indikasi dilakukannya
ovariohisterectomy adalah 1). Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium dan tumor
uterus, pyometra. 2). Modifikasi tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan,
lebih jinak, membatasi
jumlah
populasi. 3). Penggemukan. Pengertian ovariohisterectomy merupakan gabungan
dari pengetian diatas yaitu tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri dan
cornua uteri (Chandler 1985).
Ovariohisterectomy dilakukan pada kasus-kasus
pyometra, metritis, dan salphingitis ataupun keduanya (Meyer K 1959). Dalam
istilah medis, desexing (kastrasi) kucing betina disebut “SPAYING” dan pada
jantan disebut “NEUTERING”. Keuntungan dari kastrasi anak kucing sejak usia
10-12 minggu adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi
kemungkinan terkena penyakit kanker. Usia yang masih sangat muda membutuhkan
waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehingga akan
sembuh lebih cepat, pada akhirnya kucing dan pemiliknya akan mengalami stress
yang lebih sedikit (Anonimus 2008a).
Terdapat
beberapa kerugian apabila tidak dilakukan OH pada kucing betina, yaitu antara
lain :
·
spontaneous ovulators : kucing betina adalah “spontaneous ovulators”, artinya
kucing betina akan ovulasi hanya pada saat kawin, jika betina mengalami estrus
(selama 3-16 hari) dan tidak dikawinkan maka betina akan estrus kembali setiap
14-21 hari sampai akhirnya dikawinkan. Pola fisiologi dan tingkah laku akan
tertekan selama kawin. Apabila betina terkunci atau terjebak di dalam rumah
maka kemungkinan akan menyebabkan kegelisahan dan frustasi.
·
Masalah tingkah laku dan higienis : selama siklus estrus akan muncul beberapa
permasalahan tingkah laku. Betina yang sedang estrus akan aktif mencari
pejantan dan mungkin berusaha untuk pergi jauh dari rumah, kecelakaan mobil,
berkelahi dengan hewan yang lain dan lain lain. Kadang kucing jantan datang
secara tiba-tiba di sekitar rumah dan halaman. Pada beberapa keadaan, betina
yang belum di OH akan spray urinnya ketika estrus. Hal ini akan sulit untuk
dihentikan dan sangat dianjurkan untuk dilakukan OH sebagai salah satu
pengobatan.
·
Kanker mamae : kanker mamae adalah no 3 kanker yang umum terjadi pada kucing
betina. Hormon reproduksi adalah salah satu penyebab utama kanker mamae pada
kucing betina. Kucing yang telah di OH memiliki risiko 40-60% lebih rendah pada
perkembangan kanker mamae daripada yang tidak di OH. · Tumor pada traktus
reproduksi : tumor akan muncul pada uterus dan ovarium. OH tentu saja akan
mengeliminasi berbagai kemungkinan munculnya tumor.· Infeksi traktus reproduksi
: kucing yang tidak di OH kemungkinan akan berkembang penyakit pada uterus yang
disebut pyometra. Dengan demikian, bakteri akan masuk dan uterus akan dipenuhi
oleh nanah.Apabila tidak terdeteksi, umumnya akan fatal. Pada kasus yang jarang
adalah ketika kondisi ini diketahui lebih dini maka terapi hormonal dan
antibiotik mungkin akan berhasil. Secara umum, pengobatan pyometra membutuhkan
OH yang cukup sulit dan mahal (Nash 2008).
Beberapa riset terbaru juga mengatakan bahwa
desexing bisa membuat usia kucing lebih panjang. Kucing jantan yang tidak
dikebiri beresiko terkena kanker testis, luka bernanah akibat berkelahi,
ditabrak mobil saat berjalan-jalan, FIV (AIDS bagi kucing) & FeLV. Kucing
betina yang mempunyai resiko yang lebih besar terkena kanker payudara dan bisa
terkena pyometra (infeksi rahim), ditambah lagi bisa terkena FIV & FeLV
dari jantan yang terinfeksi dan kecelakaan mobil Anonimus 2008a)
Ovariohisterectomy dapat dilakukan pada hampir semua
fase siklus reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum pubertas dan
selama fase anestrus. Jika ovariohysterectomy dilakukan setelah estrus pertama,
resiko terjadinya tumor mammary menjadi 8% tetapi jika dilakukan setelah siklus
estrus kedua, resiko terjadinya tumor tersebut meningkat sampai 26% jika
dilakukan setelah 2,5 tahun, ovariohysterectomy bukan merupakan tindakan
pencegahan yang tepat untuk menghindari tumor mammary.
- Bagaimana metode operasinya ??
- Persiapan Preoperasi
a.
Sebelumnya hewan di puasakan 6-8 jam
sebelum operasi untuk menghindari refleks vomit, sebelumnya dilakukan PE
(Physical examination). Hewan selanjutnya diberikan pre-anastesi dengan
atropine :
Atropine Sulfat = BB x dosis / kg BB
Sediaan (mg/ml)
=
3,5 kg x 0.04 mg/kg
0.25 mg/ml
=
0,56 ml
Acepromazine (ACP) = BB
x dosis/kg BB
Sediaan (mg/ml)
= 3,5 kg x 0,25/10
mg/kg
0,1 mg/ml
= 0,0875 ml
Pembiusan dilakukan dengan anestesi
umum secara Intramuscular:
Ketamin
= BB x dosis / kg
BB
Sediaan (mg/ml)
=
3,5 kg x 20 mg/kg
100 mg/ml
=
0,7 ml
b.
Pembiusan dilakukan dengan menyuntikan
anestetikum secara subcutan.
c.
Pencukuran bulu dilakukan dilakukan 5-10
cm disekitar bidang sayatan, kemudian dicuci
dengan air sabun dan dikeringkan
dengan handuk. Daerah bidang sayatan dioleskan alkohol 70% dan providone iodine
2. Teknik
Operasi
Jepit dan lakukan persiapan pembedahan
pada ventral abdomen dari xyphoid sampai pubis.
Identifikasi umbilikal
dan secara visual membagi bagian abdomen
menjadi 3 bagian (cranial, medial dan caudal).
Badan uterus terletak
lebih caudal dan lebih sulit untuk dijangkau, oleh karena itu buat syatan pada 1/3
caudal abdomen.
Penyayatan
4-8 cm dilakukan didaerah orientasi yaitu daerah linea alba laparotomi
medianus)
Pertama
kali penyayatan dilakukan pada kulit, subkutan, kemudian linea alba dan
peritoneum.
Setelah
rongga abdomen terbuka dilakukan eksplorasi terhadap uterus. Masukkan ovary
hook/telunjuk ke sepanjang dinding abdomen, setelah itu putar ke arah medial
untuk mendapatkan cornua uteri sebelah kanan dan ligamen-ligamen kemudian
angkat dari ruang abdomen.
Telusuri
cornua uteri yang didapatkan tadi sampai didapatkan ovarium. Potong ligamentum
suspensory yang dekat dengan ginjal (hati-hati dengan pembuluh darah ovary,
jangan sampai ikut terpotong)
Begitu
ovarium kanan dan kiri ditemukan, bagian mesovarium dijepit dengan tang arteri
kemudian diikat melingkar dengan kuat menggunakan benang. Jepit dengan dua tang
arteri di caudal dan kemudian pemotongan dilakukan diantara kedua tang arteri
tersebut.
Buat
lubang pada ligamen di bagian caudal ovarium. Letakkan 2 samapi 3 forcep dengan
posisi di bawah pembuluh darah, forcep menjepit pedicel ovarium proximalis.
Buat
ikatan pada pedicel ovarium tadi yang sudah di klem dengan menggunakan cut gut
chromic 3.0 ( buat 2 ikatan)
Potong ligamen antara
ikatan yang mengikat ligamen suspensory dengan klem yang menjepit ovarium.
Setelah
yakin tidak terjadi pendarahan, tang arteri yang mengikat
Ligamen suspensory
bagian proximal dapat dilepas
Bagian
uterus ditelusuri sampai mencapai bifurcatio dan corpus uteri. Bagian corpus
uteri dijepit dengan klem, kemudian dilanjutkan untuk menelusuri cornua uteri
yang satu lagi.
·
Lakukan penjepitan dan pemotongan seperti sebelumnya.
Angkat
dua cornua uteri yang telah di potong tadi sampai didapatkan corpus uteri, buat
lubang pada ligamen yang menggantung uterus serta arteri dan vena. Klem semua
ligamen hingga terjepit, buat ikatan yang kuat dan potong.
Setelah
yakin tidak terjadi pendarahan, klem yang menjepit uterus bagian proximal dapat
dilepas. Reposisi uterus dan omentum kedalam abdomen.
Dengan
menggunakan cut gut chromic 3.0 dilakukan penjahitan aponeurose m obliqous
abdominis externus dan m. Abdominis externus dan pastikan peritoneum terjahit
tanpa ada omentum yang ikut terjahit dengan jahitan sederhana. Hewan mempumyai
lapisan lemak yang banyak maka dilakukanpenjahitan dengan jahitan continue.
Penjahitan
terakhir dilakukan pada kulit dengan jahitan sederhana. Selama penjahitan dan
setelah penjahitan selesai, pada luka diberikan antibiotik.
·
Setelah jahitan selesai, diberikan iodine tincture 3% kemudian dilakukan
pembalutan dan dikenakan gurita.
3. Post Operasi
Meliputi pengobatan, perawatan, dan observasi
-
Pemberian antibiotik per oral selama 5
hari berturut-turut, 2x sehari.
-
Perlindungan daerah luka menggunakan
betadine.
-
Pengamatan / observasi kembali terhadap
frekuensi jantung, nafas, temperatur, nafsu makan, feses dan urin, dan luka
jahitan.
-
Pada hari ke-7 jahitan dibuka dan diberi
perubalsem.
Gambar.1
Injeksi atropine dan acepromazine sebagai premedikasi sebelum dilakukannya
operasi ovariohisterectomy
Gambar
2. Injeksi Ketamin yang dilakukan 15 menit setelah pemberian atropin dan
acepromazine
Gambar.
3 Pencukuran bulu untuk memudahkan operasi
Gambar
4. Proses clipping pada hewan setelah dilakukan scrubbing sebelum operasi
dimulai
Gambar
5. Setelah proses clipping selesai dilakukan
Gambar.
7 Dilakukan penyayatan pada bagian peritoneum dengan menggunakan scalpel
Gambar
8. Pengambilan ovarium dengan terlebih dahulu menemukan cornu uteri
Gambar.9 Pengangkatan Ovarium dan cornu
uteri
Gambar
10. Setelah pengangkatan ovarium dan uterus, organ lain dimasukan kembali ke
dalam abdomen dan dilakukan penjahitan
Gambar
11. Penutupan abdomen dengan melakukan penjahitan pada lapisan peritoneum
terlebih dahulu dengan pola jahitan terputus sederhana
Gambar
12. Penjahitan lapisan subcutan dengan pola jahutan menerus sederhana
Gambar
13. Cat gut yang digunakan dalam penjahitan lapisan subcutan dan peritoneum
Gambar
14. Setelah selesai jahitan terakhir pada lapisan kulit dengan menggunakan
benang silk, bekas jahitan di oleskan dengan iodin kemudian di beri propolis
dan ditutup dengan ultrafix dan kain kasa
Gambar
15. Pemasangan kain gurita setelah operasi selesai dilakukan
Gambar
16. Satu hari setelah operasi, bekas jahitan dibersihan dan dioleskan dengan
iodine kemudian di taburkan propolis dengan tujuan agar luka lebih cepat kering
setelah itu ditutp kembali dengan kain kasa dan ultarfix dan dilakukan
pemasangan kain gurita kembali
Ada banyak hal yang
harus diperhatikan sebelum operasi dilakukan yaitu persiapan sebelum operasi
seperti persiapan operator, persiapan ruang operasi. persiapan alat dan
persiapan hewan seperti pembiusan, pencukuran/pembersihan daerah sayatan.
Dilakukannya persiapan hewan bertujuan untuk memastikan hewan benar-benar dalam
kondisi sehat dan layak untuk dioperasi. Pemeriksaan meliputi umur hewan, suhu,
frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan berat badan untuk menentukan dosis obat
bius.
Sebelum dianastesi
hewan diberikan premedikasi. Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya
obat-obat preanastesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya
harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya
rasa nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan
lainnya. Pemberian premedikasi sebelum operasi dilakukan agar
hewan lebih tenang Atropin dan acepromazine yang dipilih sebagai premedikasi
dalam operasi ini
Atropin merupakan obat anestetikagen
preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun
paling sering digunakan sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama mengurangi
sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anestetik yang menimbulkan
hipersekresi kelenjar saliva. Atropin sebagai antimuskurinik mempunyai kerja
menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot
polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian
asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin sebagai premedikasi
diberikan pada kisaran dosis 0.02-0.04 mg/kg, yang diberikan baik secara
subkutan, intra vena maupun intramuskuler (Plumb,1998), sedangkan menurut
Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dosis 0,03-0,06 mg/kg.
Pada dosis normal, atropin dapat mencegah bradikardia dan sekresi berlebih
saliva serta mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin dapat menimbulkan efek,
misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata, dan pusat
lain di otak, menghilangkan tremor, perangsangan respirasi akibat dilatasi
bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi
dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek
atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas,
atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut, dan bronkus. Efek atropin pada
sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak
mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat
vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai
antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada
otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan
retensi urin (Ganiswarna, 2001).
Tujuan medikasi
preanestetik adalah untuk mengurangi jumlah anestetikum umum yang diperlukan
dan meningkatkan batas keamanan; mengurangi rasa takut, menenangkan pasien, dan
membantu terciptanya keadaan bebas cekaman sehingga mempermudah pemberian
anestetikum; mengurangi sekresi kelenjar saliva dan kelenjar selaput lendir
saluran pernafasan; mengurangi pergerakan lambung dan usus serta mencegah
muntah ketika pasien dalam keadaan tidak sadar; menghambat refleks vaso-vagal
sehingga mencegah perlambatan dan henti denyut jantung; mengurangi rasa sakit,
rontaan dan rintihan selama masa pemulihan. Menurut Ganiswara (1995), medikasi
pre-anestetik bertujuan untuk mengurangi efek negatif dari anestesi seperti
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradycardia, muntah sebelum dan sesudah
operasi, kecemasan, memperlancar induksi, dan mengurangi keadaan gawat
anestesi. Pemberian premedikasi ini dilakukan secara subcutan.
Setelah
pemberian premedikasi secara subcutan, tunggu 15 menit kemudian diberikan
anastesi secara intra muscular. Anestesi menurut arti kata adalah
hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestesi umum tidak hanya
menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada
operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit
dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot optimal agar operasi dapat
berjalan dengan lancar.
Hampir semua obat anestetik
menghambat aktivitas sistem saraf pusat secara bertahap diawali fungsi yang
kompleks yang dihambat dan yang paling akhir dihambat adalah medula
oblongatandimana terletak pusat vasomotor dan pusat respirasi yang vital.
Depresi umum pada sistem saraf pusat tersebut akan menimbulkan hipnosis,
analgesi, dan depresi pada aktivitas refleks.
Obat anestesi umum yang ideal
menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain: pada dosis yang
aman mempunyai analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai
kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain
itu, obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas
keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Pemilihan anestesi umum ini harus sesuai dengan
syarat anestesi umum yaitu antara lain; 1) tidak bergantung pada mekanisme
metabolisme di dalam tubuh untuk menghancurkan dan mengeliminasinya, 2) proses
pengindukan yang cepat , kedalaman anestesi yang dapat cepat dirubah dan masa
pemulihan yang cepat, 3) tidak menekan pusat respirasi dan jantung, 4) tidak
mengiritasi jaringan tubuh, 5) murah, stabil, tidak mudah meledak dan terbakar,
6) tidak membutuhkan peralatan tertentu untuk mengaplikasikannya, 7) durasi
lama dan onset cepat.
Anastesi yang digunakan pada operasi kali ini
menggunakan ketamin. Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil
pada suhu kamar dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya
sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk sistem visceral, tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit
meninggi. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin
bersama xilazyne dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan
pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus.
Penggunaan
ketamin harus hati-hati karena memberikan efek samping seperti meningkatkan
cardiac output, tachycardia, hipotensi, hipersalivasi, meningkatkan kontraksi
dan konvulsi otot pada kucing serta mengakibatkan defisiensi hati dan ginjal.
Oleh karena itu, pemeriksaan hewan sebelum dilakukan operasi sangat penting
untuk memastikan hewan benar-benar dalam keadaan sehat. Namun pemberian
anastesi ini juga bertujuan untuk mencegah vomitus.
Beberapa
langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan operasi ovariohisterektomi
diantaranya adalah laparotomi; pencarian dan preparasi ovarium dan uterus;
penjepitan, pengikatan, pemotongan, dan penggantung ovarium dan uterus; serta
penjahitan peritoneum dan kulit. Salah satu jenis teknik laparotomi yang sering
digunakan adalah laparotomi medianus dengan titik orientasi sekitar 1 cm
sebelah posterior umbilikal. Sayatan dibuat pada midline di posterior umbilikal
dengan panjang kurang lebih 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit
kemudian subkutan. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikti hingga
bagian peritoneum dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut
dijepit menggunakan pinset kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea
alba menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat. Kemudian, sayatan
tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior menggunakan gunting dengan
panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga
abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium.
Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk
yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari
rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal. Pada bagian ujung
tanduk uteri ditemukan oavarium dan dipreparir hingga posisinya ekstra
abdominal. Saat mempreparir, beberapa bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung
uterus (mesometrium), penggantung tuba falopi (mesosalphinx),dan penggantung
ovarium (mesoovarium). Pada saat mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya,
dinding uterus tetap dijaga jangan sampai robek atau ruptur.
Penjepitan, pengikatan, dan pemotongan bagian penggantung ovarium dan
corpus uteri dilakukan sebagai berikut. Dengan menggunakan tang arteri
anatomis, dilakukan penjepitan pada bagian penggantung ovarium dan termasuk
pembuluh darahnya. Penjepitan dilakukan menggunakan dua tang arteri yang
dijepitkan pada penggantung tersebut secara bersebelahan. Pada bagian anterior
dari tang arteri yang paling depan, dilakukan pengikatan menggunakan benang
silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut menggunakan
gunting pada posisi diantara dua tang arteri tadi. Tang arteri yang menjepit
penggantung dan berhubungan dengan uterus tidak dilepas sedangkan tang arteri
yang satunya lagi dilepas secara perlahan-lahan. Pada bagian uterus sebelahnya
juga dilakukan penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang sama.
Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka selanjutnya
adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian corpus uteri, dilakukan
penjepitan menggunakan klem arteri kemudian dilakukan penjahitan corpus uteri. Setelah
itu dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar pada corpus uteri menggunakan
benang silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian
corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua klem arteri tadi. Kemudian, uterus
dan ovarium bisa diangkat keluar tubuh dan klem arteri yang satunya lagi dapat
dilepas secara perlahan.
Tahap berikutnya adalah penjahitan peritoneum dan kulit. Sebelum
dilakukan penjahitan maka dilakukan penyemprotan antibiotik terlebih dahulu ke
dalam rongga abdomen. Setelah itu dilakukan penjahitan menggunakan cat gut pada
peritoneum dengan tipe jahitan sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan menjahit
kulit menggunakan silk dengan tipe jahitan sederhana. Penutupan dilakukan
menggunakan kain kasa dan sebelumnya telah di tambahkan dengan betadine. Untuk
memfiksir balutan tersebut maka kemudian dipasang gurita melingkari abdomen
Pelaksanaan operasi memakan waktu kurang lebih 2 jam
dan selama itu tidak diberikan penambahan dosis anestesi. Selama operasi juga
tidak terjadi perdarahan yang berlebihan.