Sabtu, 01 Februari 2014

OVARIOHISTERECTOMY pada Kucing

Masuk bagian klinik dalam rangkaian kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH),, yah klo dibahasakan dengan bahasa sehari2 mah,, program2 yang kudu kita ikutin sebagai dokter muda sebelum disumpah jadi dokter hewan beneran..hehe
yah kali ini kita disuruh melakukan operasi ovariohisterectomy..
apa itu OVARIOHISTERECTOMY??

nahh sekarang kita simak aja ya apa sih sebenrnya pengertian ovariohisterectomy?? dan bagaimana tehnik operasinya??( yang diambil dari beberapa sumber )

Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan isterectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Beberapa indikasi dilakukannya ovariohisterectomy adalah 1). Terapi, yaitu tumor, cysta ovarium dan tumor uterus, pyometra. 2). Modifikasi tingkah laku yaitu, lebih mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi
jumlah populasi. 3). Penggemukan. Pengertian ovariohisterectomy merupakan gabungan dari pengetian diatas yaitu tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri dan cornua uteri (Chandler 1985).
Ovariohisterectomy dilakukan pada kasus-kasus pyometra, metritis, dan salphingitis ataupun keduanya (Meyer K 1959). Dalam istilah medis, desexing (kastrasi) kucing betina disebut “SPAYING” dan pada jantan disebut “NEUTERING”. Keuntungan dari kastrasi anak kucing sejak usia 10-12 minggu adalah mencegah penyebaran kucing secara berlebihan dan mengurangi kemungkinan terkena penyakit kanker. Usia yang masih sangat muda membutuhkan waktu bedah yang lebih singkat dan pendarahan lebih sedikit sehingga akan sembuh lebih cepat, pada akhirnya kucing dan pemiliknya akan mengalami stress yang lebih sedikit (Anonimus 2008a).
Terdapat beberapa kerugian apabila tidak dilakukan OH pada kucing betina, yaitu antara lain :
· spontaneous ovulators : kucing betina adalah “spontaneous ovulators”, artinya kucing betina akan ovulasi hanya pada saat kawin, jika betina mengalami estrus (selama 3-16 hari) dan tidak dikawinkan maka betina akan estrus kembali setiap 14-21 hari sampai akhirnya dikawinkan. Pola fisiologi dan tingkah laku akan tertekan selama kawin. Apabila betina terkunci atau terjebak di dalam rumah maka kemungkinan akan menyebabkan kegelisahan dan frustasi.
· Masalah tingkah laku dan higienis : selama siklus estrus akan muncul beberapa permasalahan tingkah laku. Betina yang sedang estrus akan aktif mencari pejantan dan mungkin berusaha untuk pergi jauh dari rumah, kecelakaan mobil, berkelahi dengan hewan yang lain dan lain lain. Kadang kucing jantan datang secara tiba-tiba di sekitar rumah dan halaman. Pada beberapa keadaan, betina yang belum di OH akan spray urinnya ketika estrus. Hal ini akan sulit untuk dihentikan dan sangat dianjurkan untuk dilakukan OH sebagai salah satu pengobatan.
· Kanker mamae : kanker mamae adalah no 3 kanker yang umum terjadi pada kucing betina. Hormon reproduksi adalah salah satu penyebab utama kanker mamae pada kucing betina. Kucing yang telah di OH memiliki risiko 40-60% lebih rendah pada perkembangan kanker mamae daripada yang tidak di OH. · Tumor pada traktus reproduksi : tumor akan muncul pada uterus dan ovarium. OH tentu saja akan mengeliminasi berbagai kemungkinan munculnya tumor.· Infeksi traktus reproduksi : kucing yang tidak di OH kemungkinan akan berkembang penyakit pada uterus yang disebut pyometra. Dengan demikian, bakteri akan masuk dan uterus akan dipenuhi oleh nanah.Apabila tidak terdeteksi, umumnya akan fatal. Pada kasus yang jarang adalah ketika kondisi ini diketahui lebih dini maka terapi hormonal dan antibiotik mungkin akan berhasil. Secara umum, pengobatan pyometra membutuhkan OH yang cukup sulit dan mahal (Nash 2008).
Beberapa riset terbaru juga mengatakan bahwa desexing bisa membuat usia kucing lebih panjang. Kucing jantan yang tidak dikebiri beresiko terkena kanker testis, luka bernanah akibat berkelahi, ditabrak mobil saat berjalan-jalan, FIV (AIDS bagi kucing) & FeLV. Kucing betina yang mempunyai resiko yang lebih besar terkena kanker payudara dan bisa terkena pyometra (infeksi rahim), ditambah lagi bisa terkena FIV & FeLV dari jantan yang terinfeksi dan kecelakaan mobil Anonimus 2008a)
Ovariohisterectomy dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi paling baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus. Jika ovariohysterectomy dilakukan setelah estrus pertama, resiko terjadinya tumor mammary menjadi 8% tetapi jika dilakukan setelah siklus estrus kedua, resiko terjadinya tumor tersebut meningkat sampai 26% jika dilakukan setelah 2,5 tahun, ovariohysterectomy bukan merupakan tindakan pencegahan yang tepat untuk menghindari tumor mammary.
  • Bagaimana metode operasinya ??
  1. Persiapan Preoperasi
a.    Sebelumnya hewan di puasakan 6-8 jam sebelum operasi untuk menghindari refleks vomit, sebelumnya dilakukan PE (Physical examination). Hewan selanjutnya diberikan pre-anastesi dengan atropine :
 Atropine Sulfat             = BB x dosis / kg BB
                                    Sediaan (mg/ml)
=  3,5 kg x 0.04 mg/kg
              0.25 mg/ml
= 0,56 ml


Acepromazine (ACP)  = BB x dosis/kg BB
       Sediaan (mg/ml)
= 3,5 kg x 0,25/10 mg/kg
 0,1 mg/ml
= 0,0875 ml

                        Pembiusan dilakukan dengan anestesi umum secara Intramuscular:
Ketamin                       = BB x dosis / kg BB
             Sediaan (mg/ml)
= 3,5 kg x 20 mg/kg
        100 mg/ml
                                                      = 0,7 ml

b.             Pembiusan dilakukan dengan menyuntikan anestetikum secara subcutan. 
c.              Pencukuran bulu dilakukan dilakukan 5-10 cm disekitar bidang sayatan, kemudian dicuci
dengan air sabun dan dikeringkan dengan handuk. Daerah bidang sayatan dioleskan alkohol 70% dan providone iodine

2. Teknik Operasi

 Jepit dan lakukan persiapan pembedahan pada ventral abdomen dari xyphoid sampai pubis.

 
Identifikasi umbilikal dan secara visual membagi bagian abdomen  menjadi 3 bagian (cranial, medial dan caudal).
 
Badan uterus terletak lebih caudal dan lebih sulit untuk dijangkau, oleh karena itu buat syatan pada 1/3 caudal abdomen.

Penyayatan 4-8 cm dilakukan didaerah orientasi yaitu daerah linea alba laparotomi medianus)



Pertama kali penyayatan dilakukan pada kulit, subkutan, kemudian linea alba dan peritoneum.



Setelah rongga abdomen terbuka dilakukan eksplorasi terhadap uterus. Masukkan ovary hook/telunjuk ke sepanjang dinding abdomen, setelah itu putar ke arah medial untuk mendapatkan cornua uteri sebelah kanan dan ligamen-ligamen kemudian angkat dari ruang abdomen.


 
Telusuri cornua uteri yang didapatkan tadi sampai didapatkan ovarium. Potong ligamentum suspensory yang dekat dengan ginjal (hati-hati dengan pembuluh darah ovary, jangan sampai ikut terpotong)




Begitu ovarium kanan dan kiri ditemukan, bagian mesovarium dijepit dengan tang arteri kemudian diikat melingkar dengan kuat menggunakan benang. Jepit dengan dua tang arteri di caudal dan kemudian pemotongan dilakukan diantara kedua tang arteri tersebut.




Buat lubang pada ligamen di bagian caudal ovarium. Letakkan 2 samapi 3 forcep dengan posisi di bawah pembuluh darah, forcep menjepit pedicel ovarium proximalis.




Buat ikatan pada pedicel ovarium tadi yang sudah di klem dengan menggunakan cut gut chromic 3.0 ( buat 2 ikatan)

 

Potong ligamen antara ikatan yang mengikat ligamen suspensory dengan klem yang menjepit ovarium.

Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, tang arteri yang mengikat
Ligamen suspensory bagian proximal dapat dilepas

Bagian uterus ditelusuri sampai mencapai bifurcatio dan corpus uteri. Bagian corpus uteri dijepit dengan klem, kemudian dilanjutkan untuk menelusuri cornua uteri yang satu lagi.




· Lakukan penjepitan dan pemotongan seperti sebelumnya.




Angkat dua cornua uteri yang telah di potong tadi sampai didapatkan corpus uteri, buat lubang pada ligamen yang menggantung uterus serta arteri dan vena. Klem semua ligamen hingga terjepit, buat ikatan yang kuat dan potong.


Setelah yakin tidak terjadi pendarahan, klem yang menjepit uterus bagian proximal dapat dilepas. Reposisi uterus dan omentum kedalam abdomen.


Dengan menggunakan cut gut chromic 3.0 dilakukan penjahitan aponeurose m obliqous abdominis externus dan m. Abdominis externus dan pastikan peritoneum terjahit tanpa ada omentum yang ikut terjahit dengan jahitan sederhana. Hewan mempumyai lapisan lemak yang banyak maka dilakukanpenjahitan dengan jahitan continue.




Penjahitan terakhir dilakukan pada kulit dengan jahitan sederhana. Selama penjahitan dan setelah penjahitan selesai, pada luka diberikan antibiotik.




· Setelah jahitan selesai, diberikan iodine tincture 3% kemudian dilakukan pembalutan dan dikenakan gurita.

3. Post Operasi
Meliputi pengobatan, perawatan, dan observasi
-          Pemberian antibiotik per oral selama 5 hari berturut-turut, 2x sehari.
-          Perlindungan daerah luka menggunakan betadine.
-          Pengamatan / observasi kembali terhadap frekuensi jantung, nafas, temperatur, nafsu makan, feses dan urin, dan luka jahitan.
-          Pada hari ke-7 jahitan dibuka dan diberi perubalsem.

 
Gambar.1 Injeksi atropine dan acepromazine sebagai premedikasi sebelum dilakukannya operasi ovariohisterectomy
 Gambar 2. Injeksi Ketamin yang dilakukan 15 menit setelah pemberian atropin dan acepromazine

Gambar. 3 Pencukuran bulu untuk memudahkan operasi

Gambar 4. Proses clipping pada hewan setelah dilakukan scrubbing sebelum operasi dimulai

Gambar 5. Setelah proses clipping selesai dilakukan

Gambar.6 Pemasangan drape yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi selama proses operasi

Gambar. 7 Dilakukan penyayatan pada bagian peritoneum dengan menggunakan scalpel

  Gambar 8. Pengambilan ovarium dengan terlebih dahulu menemukan cornu uteri

Gambar.9 Pengangkatan Ovarium dan cornu uteri


Gambar 10. Setelah pengangkatan ovarium dan uterus, organ lain dimasukan kembali ke dalam abdomen dan dilakukan penjahitan

Gambar 11. Penutupan abdomen dengan melakukan penjahitan pada lapisan peritoneum terlebih dahulu dengan pola jahitan terputus sederhana


Gambar 12. Penjahitan lapisan subcutan dengan pola jahutan menerus sederhana
  
Gambar 13. Cat gut yang digunakan dalam penjahitan lapisan subcutan dan peritoneum

 Gambar 14. Setelah selesai jahitan terakhir pada lapisan kulit dengan menggunakan benang silk, bekas jahitan di oleskan dengan iodin kemudian di beri propolis dan ditutup dengan ultrafix dan kain kasa

Gambar 15. Pemasangan kain gurita setelah operasi selesai dilakukan

Gambar 16. Satu hari setelah operasi, bekas jahitan dibersihan dan dioleskan dengan iodine kemudian di taburkan propolis dengan tujuan agar luka lebih cepat kering setelah itu ditutp kembali dengan kain kasa dan ultarfix dan dilakukan pemasangan  kain gurita kembali
 
Ada banyak hal yang harus diperhatikan sebelum operasi dilakukan yaitu persiapan sebelum operasi seperti persiapan operator, persiapan ruang operasi. persiapan alat dan persiapan hewan seperti pembiusan, pencukuran/pembersihan daerah sayatan. Dilakukannya persiapan hewan bertujuan untuk memastikan hewan benar-benar dalam kondisi sehat dan layak untuk dioperasi. Pemeriksaan meliputi umur hewan, suhu, frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan berat badan untuk menentukan dosis obat bius.
Sebelum dianastesi hewan diberikan premedikasi. Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-obat preanastesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya. Pemberian premedikasi sebelum operasi dilakukan agar hewan lebih tenang Atropin dan acepromazine yang dipilih sebagai premedikasi dalam operasi ini
Atropin merupakan obat anestetikagen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatik, namun paling sering digunakan sebagai antikolinergik, dengan fungsi utama mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anestetik yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva. Atropin sebagai antimuskurinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase.
Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0.02-0.04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intra vena maupun intramuskuler (Plumb,1998), sedangkan menurut Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dosis 0,03-0,06 mg/kg. Pada dosis normal, atropin dapat mencegah bradikardia dan sekresi berlebih saliva serta mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin dapat menimbulkan efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata, dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsangan respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut, dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Ganiswarna, 2001).
Tujuan medikasi preanestetik adalah untuk mengurangi jumlah anestetikum umum yang diperlukan dan meningkatkan batas keamanan; mengurangi rasa takut, menenangkan pasien, dan membantu terciptanya keadaan bebas cekaman sehingga mempermudah pemberian anestetikum; mengurangi sekresi kelenjar saliva dan kelenjar selaput lendir saluran pernafasan; mengurangi pergerakan lambung dan usus serta mencegah muntah ketika pasien dalam keadaan tidak sadar; menghambat refleks vaso-vagal sehingga mencegah perlambatan dan henti denyut jantung; mengurangi rasa sakit, rontaan dan rintihan selama masa pemulihan. Menurut Ganiswara (1995), medikasi pre-anestetik bertujuan untuk mengurangi efek negatif dari anestesi seperti mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradycardia, muntah sebelum dan sesudah operasi, kecemasan, memperlancar induksi, dan mengurangi keadaan gawat anestesi. Pemberian premedikasi ini dilakukan secara subcutan.
Setelah pemberian premedikasi secara subcutan, tunggu 15 menit kemudian diberikan anastesi secara intra muscular. Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestesi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.
Hampir semua obat anestetik menghambat aktivitas sistem saraf pusat secara bertahap diawali fungsi yang kompleks yang dihambat dan yang paling akhir dihambat adalah medula oblongatandimana terletak pusat vasomotor dan pusat respirasi yang vital. Depresi umum pada sistem saraf pusat tersebut akan menimbulkan hipnosis, analgesi, dan depresi pada aktivitas refleks.
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain: pada dosis yang aman mempunyai analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu, obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Pemilihan anestesi umum ini harus sesuai dengan syarat anestesi umum yaitu antara lain; 1) tidak bergantung pada mekanisme metabolisme di dalam tubuh untuk menghancurkan dan mengeliminasinya, 2) proses pengindukan yang cepat , kedalaman anestesi yang dapat cepat dirubah dan masa pemulihan yang cepat, 3) tidak menekan pusat respirasi dan jantung, 4) tidak mengiritasi jaringan tubuh, 5) murah, stabil, tidak mudah meledak dan terbakar, 6) tidak membutuhkan peralatan tertentu untuk mengaplikasikannya, 7) durasi lama dan onset cepat.
 Anastesi yang digunakan pada operasi kali ini menggunakan ketamin. Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk sistem visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xilazyne dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus.
Penggunaan ketamin harus hati-hati karena memberikan efek samping seperti meningkatkan cardiac output, tachycardia, hipotensi, hipersalivasi, meningkatkan kontraksi dan konvulsi otot pada kucing serta mengakibatkan defisiensi hati dan ginjal. Oleh karena itu, pemeriksaan hewan sebelum dilakukan operasi sangat penting untuk memastikan hewan benar-benar dalam keadaan sehat. Namun pemberian anastesi ini juga bertujuan untuk mencegah vomitus.
Beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan operasi ovariohisterektomi diantaranya adalah laparotomi; pencarian dan preparasi ovarium dan uterus; penjepitan, pengikatan, pemotongan, dan penggantung ovarium dan uterus; serta penjahitan peritoneum dan kulit. Salah satu jenis teknik laparotomi yang sering digunakan adalah laparotomi medianus dengan titik orientasi sekitar 1 cm sebelah posterior umbilikal. Sayatan dibuat pada midline di posterior umbilikal dengan panjang kurang lebih 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikti hingga bagian peritoneum dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat. Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan posterior menggunakan gunting dengan panjang sesuai dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium.
Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal. Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan oavarium dan dipreparir hingga posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung uterus (mesometrium), penggantung tuba falopi (mesosalphinx),dan penggantung ovarium (mesoovarium). Pada saat mempreparir uterus dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan sampai robek atau ruptur.
Penjepitan, pengikatan, dan pemotongan bagian penggantung ovarium dan corpus uteri dilakukan sebagai berikut. Dengan menggunakan tang arteri anatomis, dilakukan penjepitan pada bagian penggantung ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan dilakukan menggunakan dua tang arteri yang dijepitkan pada penggantung tersebut secara bersebelahan. Pada bagian anterior dari tang arteri yang paling depan, dilakukan pengikatan menggunakan benang silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut menggunakan gunting pada posisi diantara dua tang arteri tadi. Tang arteri yang menjepit penggantung dan berhubungan dengan uterus tidak dilepas sedangkan tang arteri yang satunya lagi dilepas secara perlahan-lahan. Pada bagian uterus sebelahnya juga dilakukan penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang sama. Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka selanjutnya adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian corpus uteri, dilakukan penjepitan menggunakan klem arteri kemudian dilakukan penjahitan corpus uteri. Setelah itu dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar pada corpus uteri menggunakan benang silk. Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada bagian corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua klem arteri tadi. Kemudian, uterus dan ovarium bisa diangkat keluar tubuh dan klem arteri yang satunya lagi dapat dilepas secara perlahan.
Tahap berikutnya adalah penjahitan peritoneum dan kulit. Sebelum dilakukan penjahitan maka dilakukan penyemprotan antibiotik terlebih dahulu ke dalam rongga abdomen. Setelah itu dilakukan penjahitan menggunakan cat gut pada peritoneum dengan tipe jahitan sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan menjahit kulit menggunakan silk dengan tipe jahitan sederhana. Penutupan dilakukan menggunakan kain kasa dan sebelumnya telah di tambahkan dengan betadine. Untuk memfiksir balutan tersebut maka kemudian dipasang gurita melingkari abdomen
Pelaksanaan operasi memakan waktu kurang lebih 2 jam dan selama itu tidak diberikan penambahan dosis anestesi. Selama operasi juga tidak terjadi perdarahan yang berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar